Ia masih muda. Tapi sudah menjadi duda beranak satu.
Sehari-hari ia kerja buruh di sawah yang bukan miliknya. Sambilannya adalah
menjadi sponsor TKI, bantu orang yang ingin bekerja di luar negri. Pekerjaan
sebagian besar di daerahnya. Indramayu. Sebut saja, Muksin namanya. Usianya
sekitar 27 tahunan. Usia perkawinannya baru 3 tahun ketika bercerai. Istrinya ‘harus’ ke
luar negeri. Disponsori oleh Muksin sendiri, mantan suaminya.
Dulu ia berafiliasi politik pada
PKB. Maklum fans berat Gus Dur. Gus Dur yang ia tahu adalah ‘wali’. Info ini ia
dapatkan dari ‘turun temurun’ omongan orang PKB. Ia juga berasal dari orang tua
yang beraliran keagamaan NU. NU tulen. Dalam tradisi NU, kadang diadakan ziarah
rombongan ke makam Wali Sanga di Pulau Jawa dan Bali. Ia dan bapaknya sering
jadi Panitia Ziarah. Setiap tahun pasti diadakan sekali berziarah rombongan,
satu atau beberapa desa. Sebagai Panitia, dia sangat paham kalau berziarah
minta bus nya yang tidak ada AC nya. Lho kok gak mau yang ada AC nya? Tidak
lazim bagi yang ingin bepergian jauh. Usut punya usut, ternyata peserta
ziarahnya gak tahan kalau gak merokok.
Nah, saya penasaran kenapa afiliasinya berubah dari NU yang PKB beralih ke PKS. Bahkan mau dan bersedia dijadikan Ketua Ranting di Desanya. Bahkan kiprahnya tidak sampai berhenti disitu saja, ia juga merekomendasikan kawan-kawannya yang ada di Desa-desa tetangga. Ia juga paling aktif mengajak ketua-ketua ranting di DPC untuk ikut andil sekiranya ada mobilisasi acara. Ia bercerita bahwa ia menemukan kawan-kawan yang ‘bersahabat’ di PKS. Ia juga menemukan dirinya sangat dihormati dan dihargai di lingkungan PKS. Kawan-kawan di PKS yang mengajaknya bisa dipercaya, dan sering menolong dan tidak mata duitan meski berpartai. Inilah sebagian alasan yang ia ungkap. Yang lainnya belum diungkapnya.
Ia paling seneng kalau diajak jalan bareng ke acara PKS. Entah itu acara deklarasi, apel siaga, milad, kampanye dan lainnya.
Diantara momen diatas yang paling
diminati adalah ketika menghadiri acar PKS secara rombongan lebih dari 1 bis ke
luar kota, misalnya Jakarta atau Bandung. Milad kemaren di Bandung, tanggal 19
Mei 2012 ia pun ikut. Ia pun jadi lokomotif ranting. Ia seperti biasa, sedikit
perbekalan. Hanya untuk sekedar beli ‘udud’. Anehnya ia bisa makan kenyang dan
pulangnya pun banyak membawa oleh-oleh. Bukan hanya sekali milad ini saja ia
kenyang dan dapat oleh-oleh. Hampir setiap acara di luar kota. Pada Milad ini
pun saya tahu jawabannya, karena sudah diceritakan ketika setahun lalu ada
acara di Jakarta.
Tips Muksin agar bisa tetap kenyang dan bawa banyak oleh-oleh adalah ia ‘menjadikan’ dirinya sebagai panitia rombongan PKS yang berjumlah 6 mobil bus. Kenapa ‘menjadikan’ dirinya panitia? Karena panitia aslinya tidak berani ‘minta fee’ kepada rumah makan berupa makan gratis bersama sopir. Dan panitia asli nya pun tidak berani ‘minta fee’ kepada warung oleh-oleh berupa buah tangan. Fee dalam bentuk makan gratis dan oleh-oleh gratis adalah hal yang lumrah bagi orang yang berkecimpung di dunia perjalanan rombongan maupun bis antar propinsi. Rumah makan ada jatah buat sopir dan panitia.
Peran inilah yang tidak diambil oleh Panitia DPD PKS. Tapi perannya diambil oleh Muksin, Pemuda NU yang sering jadi panitia ziarah kubur yang diamanahi menjadi Ketua DPRa PKS.
Pemuda yang bisa mengintegrasikan pengetahuan, pengalaman, peluang dan keberanian untuk dimanfaatkan kesuksesan bagi dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar